Berdasarkan
Permenkes Nomor : 246/ Menkes/ Per/ V/ 1990 dinyatakan bahwa obat tradisional
tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat
obat, serta bahan yang tergolong obat keras atau narkotika dan pada Kepmenkes
nomer 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional
khususnya pada pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa pengobatan tradisional dilarang
memberikan dan atau menggunakan obat modern, obat keras, narkotika dan
psikotropika serta bahan berbahaya. Namun dalam kenyataannya, masih banyak
ditemukan penyalahgunaan peraturan ini dalam praktik terkait pelayanan
kesehatan khususnya penyalahgunaan komplementer dan alternatif therapy. Seperti
beberapa penyalahgunaan yang dijabarkan dalam beberapa artikel, diantaranya
adalah :
1) Artikel
penelitian “Studi Penyalahgunaan Bahan Kimia Berkhasiat Obat dalam Jamu Sesak
Napas oleh Pengecer” yang ditulis oleh
Suharmiati dan Lestari Handayani kami bahas dalam editorial Medika 2011, Tahun
ke XXXVII, No. 8. Artikel ini menyoroti BKO sesak napas yang disebabkan oleh
asma. Penelitian tersebut menemukan 11 macam sampel jamu sesak napas dengan
berbagai nama, yang terbanyak adalah “sesak napas”. BKO biasanya dicampurkan
pada jamu yang diracik, yang kemudian diserahkan kepada pembeli untuk diminum
atau diberikan secara terpisah dalam bentuk tablet, kaplet, atau kapsul yang
utuh. Pada setiap racikan ramuan tradisional tersebut dapat ditambahkan satu
sampai empat macam BKO. Peneliti menemukan enam industri obat
tradisional yang menambahkan satu macam BKO pada jamu yang diraciknya, yaitu
aminofilin. Selain itu, dari pengamatan, ada pengecer yang menambahkan empat
BKO secara terpisah, meliputi CTM,
Aminofilin, dan Vitamin B kompleks serta satu tablet biru yang tidak
dikenal. Pengecer kedua menambahkan tiga
BKO, meliputi CTM, Prednison, dan Asma Soho yang berisi aminofilin. Pengecer
ketiga menambahkan efedrin.
2) Pada
artikel berita yang disajikan okezone.com dokter Wimpie yang merupakan pakar
andrologi mengatakan salah satu upaya pengobatan disfungsi ereksi adalah
melalui obat-obatan erektrogenik yaitu obat yang membuat ereksi menjadi baik.
Hingga kini, bahan rektogenik yang diakui secara internasional berdasarkan
penelitian dan bukti ilmiah adalah sildenafil sitrat, vardenafil, dan
tadalafil. Ketiga bahan tersebut merupakan bahan kimia aktif obat yang aman
digunakan, asalkan dosis dan penggunaannya diresepkan atau di bawah pengawasan
dokter ahli. Di sisi lain,maraknya iklan "obat kuat" yang mengklaim
sebagai obat herbal atau jamu tradisional membuat masyarakat tergoda. Dengan
asumsi kandungan herbal yang alami, harga murah, serta keengganan berkonsultasi
ke dokter, masyarakat pun merasa bebas gonta-ganti "obat kuat".
Celakanya, mitos jamu yang berkhasiat sebagai "obat kuat" telah dimanfaatkan
pengusaha "hitam" dengan cara mencampur produknya dengan bahan
sildenafil sitrat. Penarikan sejumlah produk "obat kuat" oleh BPOM
pada pertengahan November silam merupakan bukti adanya penyalahgunaan tersebut.
Dokter Wimpie menilai, penipuan mencampur herbal dengan bahan kimia erektogenik
menunjukkan bahwa belum ada jamu murni yang bermanfaat efektif seperti bahan
obat yang telah melewati penelitian yang benar. "Kalau memang ada jamu
yang manfaatnya sama efektif, mengapa harus
dicampur dengan bahan kimia obat," sebutnya seraya menyarankan pihak
berwenang untuk lebih peka dan memperketat pemberian izin edar "obat
kuat" yang mengatasnamakan herbal ataupun suplemen.
3) Pada
artikel yang dipublikasikan vivanews disebutkan bahwa BPOM telah mengeluarkan
peringatan kepada masyarakat Indonesia untuk mewaspadi obat tradisional yang
beredar. BPOM mengeluarkan daftar berisi 46 obat tradisional yang mengandung
bahan kimia yang takarannya melebihi batas sehingga dapat merusak organ tubuh.
Berdasarkan
beberapa artikel diatas penyalahgunaan terhadap penggunaan obat tradisional
seperti jamu yang dicampurkan dengan obat farmakologi dengan takaran yang
melebihi dosis sehingga jika di konsumsi akan merugikan konsumen dan berdampak
negative pada kesehatan.
Peran perawat yang
dapat dijabarkan dalam mengatasi masalah yang diangkat yakni
1.
Edukator : Perawat diharapkan dapat
memberi informasi sehingga dapat meningkatkan perubahan perilaku pada konsumen
jamu-jamu berbahaya. Dengan meningkatkan pengetahuan klien dan kemampuan klien
diharapkan tidak ada lagi konsumen yang tertipu dan mulai berhati-hati dengan
segala produk herbal yang tidak memiliki nomor pendaftaran ataupun komposisi
yang jelas.
2.
Kolaborator : peran perawat disini yakni
berkolaborasi dengan pejabat ataupun pihak yang berwenang menangani tindak
pengoplosan dan pencampuran jamu herbal dengan obat-obat farmako yang
berbahaya. Selain bersama BPPOM mengawasi segala penyalahgunaan yang terkait
komposisi jamu herbal.
3.
Advokasi : mempertahankan serta
melindungi hak-hak klien dengan memberikan informasi sejelas-jelasnya mengenai
segala hal yang berkaitan dengan obet herbal atau jamu yang dikonsumsi.
4.
Researcher : melakukan penelitian
berkelanjutan mengenai obat herbal dan jamu yang aman bagi klien serta
masyarakat luas.
Selain itu dijelaskan
pada Keputusan Kementrian Kesehatan No 1076 tahun 2003 mengenai Penyelenggaraan
Pengobatan Tradisional, pada bab VIII pasal 31, menjelaskan
1. Pembinaan
dan pengawasan pengobat tradisional diarahkan untuk meningkatkan mutu, manfaat
dan keamanan pengobatan tradisional.
2. Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas atau unit pelaksana teknis yang
ditugasi.
Sehingga sangat perlu bagi seluruh pihak
yang berwenang untuk membina dan mengawasi segala bentuk penyelenggaraan
pengobatan tradisional di wilayahnya, tidak mengawasi terapisnya namun juga
turut mengawasi bahan yang digunakan dalam proses penyembuhan. Tak hanya itu,
kios obat tradisional juga sangat penting untuk selalu diawasi atau bahkan
melakukan sidak secara berkala untuk mencegah beredarnya obat-obatan herbal
atau jamu yang mengandung bahan berbahaya yang jika dikonsumsi sering dapat
menimbulkan penyakit komplikasi lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar