Sabtu, 01 Juni 2013

Penyalahgunaan Pengobatan Tradisional/komplementer/alternatif


Berdasarkan Permenkes Nomor : 246/ Menkes/ Per/ V/ 1990 dinyatakan bahwa obat tradisional tidak boleh mengandung bahan kimia sintetik atau hasil isolasi yang berkhasiat obat, serta bahan yang tergolong obat keras atau narkotika dan pada Kepmenkes nomer 1076/Menkes/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional khususnya pada pasal 20 ayat 1 menyatakan bahwa pengobatan tradisional dilarang memberikan dan atau menggunakan obat modern, obat keras, narkotika dan psikotropika serta bahan berbahaya. Namun dalam kenyataannya, masih banyak ditemukan penyalahgunaan peraturan ini dalam praktik terkait pelayanan kesehatan khususnya penyalahgunaan komplementer dan alternatif therapy. Seperti beberapa penyalahgunaan yang dijabarkan dalam beberapa artikel, diantaranya adalah :
1)      Artikel penelitian “Studi Penyalahgunaan Bahan Kimia Berkhasiat Obat dalam Jamu Sesak Napas oleh  Pengecer” yang ditulis oleh Suharmiati dan Lestari Handayani kami bahas dalam editorial Medika 2011, Tahun ke XXXVII, No. 8. Artikel ini menyoroti BKO sesak napas yang disebabkan oleh asma. Penelitian tersebut menemukan 11 macam sampel jamu sesak napas dengan berbagai nama, yang terbanyak adalah “sesak napas”. BKO biasanya dicampurkan pada jamu yang diracik, yang kemudian diserahkan kepada pembeli untuk diminum atau diberikan secara terpisah dalam bentuk tablet, kaplet, atau kapsul yang utuh. Pada setiap racikan ramuan tradisional tersebut dapat ditambahkan  satu  sampai empat macam BKO. Peneliti menemukan enam industri obat tradisional yang menambahkan satu macam BKO pada jamu yang diraciknya, yaitu aminofilin. Selain itu, dari pengamatan, ada pengecer yang menambahkan empat BKO secara terpisah, meliputi  CTM, Aminofilin, dan Vitamin B kompleks serta satu tablet biru yang tidak dikenal.  Pengecer kedua menambahkan tiga BKO, meliputi CTM, Prednison, dan Asma Soho yang berisi amino­filin. Pengecer ketiga menambahkan efedrin.
2)      Pada artikel berita yang disajikan okezone.com dokter Wimpie yang merupakan pakar andrologi mengatakan salah satu upaya pengobatan disfungsi ereksi adalah melalui obat-obatan erektrogenik yaitu obat yang membuat ereksi menjadi baik. Hingga kini, bahan rektogenik yang diakui secara internasional berdasarkan penelitian dan bukti ilmiah adalah sildenafil sitrat, vardenafil, dan tadalafil. Ketiga bahan tersebut merupakan bahan kimia aktif obat yang aman digunakan, asalkan dosis dan penggunaannya diresepkan atau di bawah pengawasan dokter ahli. Di sisi lain,maraknya iklan "obat kuat" yang mengklaim sebagai obat herbal atau jamu tradisional membuat masyarakat tergoda. Dengan asumsi kandungan herbal yang alami, harga murah, serta keengganan berkonsultasi ke dokter, masyarakat pun merasa bebas gonta-ganti "obat kuat". Celakanya, mitos jamu yang berkhasiat sebagai "obat kuat" telah dimanfaatkan pengusaha "hitam" dengan cara mencampur produknya dengan bahan sildenafil sitrat. Penarikan sejumlah produk "obat kuat" oleh BPOM pada pertengahan November silam merupakan bukti adanya penyalahgunaan tersebut. Dokter Wimpie menilai, penipuan mencampur herbal dengan bahan kimia erektogenik menunjukkan bahwa belum ada jamu murni yang bermanfaat efektif seperti bahan obat yang telah melewati penelitian yang benar. "Kalau memang ada jamu yang manfaatnya sama efektif, mengapa harus dicampur dengan bahan kimia obat," sebutnya seraya menyarankan pihak berwenang untuk lebih peka dan memperketat pemberian izin edar "obat kuat" yang mengatasnamakan herbal ataupun suplemen.
3)      Pada artikel yang dipublikasikan vivanews disebutkan bahwa BPOM telah mengeluarkan peringatan kepada masyarakat Indonesia untuk mewaspadi obat tradisional yang beredar. BPOM mengeluarkan daftar berisi 46 obat tradisional yang mengandung bahan kimia yang takarannya melebihi batas sehingga dapat merusak organ tubuh.
Berdasarkan beberapa artikel diatas penyalahgunaan terhadap penggunaan obat tradisional seperti jamu yang dicampurkan dengan obat farmakologi dengan takaran yang melebihi dosis sehingga jika di konsumsi akan merugikan konsumen dan berdampak negative pada kesehatan.
Peran perawat yang dapat dijabarkan dalam mengatasi masalah yang diangkat yakni
1.      Edukator : Perawat diharapkan dapat memberi informasi sehingga dapat meningkatkan perubahan perilaku pada konsumen jamu-jamu berbahaya. Dengan meningkatkan pengetahuan klien dan kemampuan klien diharapkan tidak ada lagi konsumen yang tertipu dan mulai berhati-hati dengan segala produk herbal yang tidak memiliki nomor pendaftaran ataupun komposisi yang jelas.
2.      Kolaborator : peran perawat disini yakni berkolaborasi dengan pejabat ataupun pihak yang berwenang menangani tindak pengoplosan dan pencampuran jamu herbal dengan obat-obat farmako yang berbahaya. Selain bersama BPPOM mengawasi segala penyalahgunaan yang terkait komposisi jamu herbal.
3.      Advokasi : mempertahankan serta melindungi hak-hak klien dengan memberikan informasi sejelas-jelasnya mengenai segala hal yang berkaitan dengan obet herbal atau jamu yang dikonsumsi.
4.      Researcher : melakukan penelitian berkelanjutan mengenai obat herbal dan jamu yang aman bagi klien serta masyarakat luas.
Selain itu dijelaskan pada Keputusan Kementrian Kesehatan No 1076 tahun 2003 mengenai Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional, pada bab VIII pasal 31, menjelaskan
1.      Pembinaan dan pengawasan pengobat tradisional diarahkan untuk meningkatkan mutu, manfaat dan keamanan pengobatan tradisional.
2.      Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Puskesmas atau unit pelaksana teknis yang ditugasi.
Sehingga sangat perlu bagi seluruh pihak yang berwenang untuk membina dan mengawasi segala bentuk penyelenggaraan pengobatan tradisional di wilayahnya, tidak mengawasi terapisnya namun juga turut mengawasi bahan yang digunakan dalam proses penyembuhan. Tak hanya itu, kios obat tradisional juga sangat penting untuk selalu diawasi atau bahkan melakukan sidak secara berkala untuk mencegah beredarnya obat-obatan herbal atau jamu yang mengandung bahan berbahaya yang jika dikonsumsi sering dapat menimbulkan penyakit komplikasi lainnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar